AplikasiSKM.png

AplikasiGugatanMandiri.png


AplikasiIPAK.png

AplikasiECOURT.png

AplikasiEPTSP.png

AplikasiEPTSP.png

Aplikasi CCTV Online.png

 

Artikel

Thumbnail “Jadikan kantor sebagai Istana dan rekan kerja sebagai keluargamu tercinta” Oleh : Ghozi Prolog Seberat dan sesulit apapun pekerjaan yang kami hadapi, akan menjadi ringan dan mudah jika berada dalam...
More inArtikel  

Bahasa, Hakim, dan Putusan

https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/bahasa-hakim-dan-putusan-oleh-asmu-i-syarkowi-15-11

Bahasa, Hakim, dan Putusan

Oleh: Asmu’i Syarkowi

(Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I A)

Ketika seseorang berfikir biasanya dia sedang berbahasa. Ketika dia berfikir tentang suatu hal, bisa saja ketika itu ia sedang bertanya, mencari solusi tentang suatu hal, menjawab suatu hal, atau sekedar memberi pernyataan terhadap eksistensi suatu objek. Semua aktivitas yang dilakukan itu, sama halnya sudah berbasa. Hanya saja ketika masih di alam fikiran orang lain belum tahu. Orang lain baru tahu setelah bahasa itu diekspresikan, baik melalui lisan, tulisan atau sekedar dengan isyarat.

Dalam kajian filsafat ilmu, keberadaaan bahasa menjadi satu kajian tersendiri. Dalam kajian tersebut disimpulkan, bahwa keunikan makhluk bernama manusia sebenarnya bukan terletak pada kemampuan berfikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Jujun Suria Sumantri dalam bukunya Filsafat ilmu mengutip pendapat Ernest Cassirer yang menyebut manusia sebagai animal syimbolicum. Predikat itu diartikan, bahwa manusia adalah makhluk yang mempergunakan simbol. Predikat tesebut secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas dari predikat homo sapiens ( manusia menkhluq berfikir ). Alasan yang dapat dijadikan argumentasi adalah karena dalam kegiatan berfikirnya menusia selalu mempergunakan simbol. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, maka kegiatan berfikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dilakukan. Dan, lebih lanjut lagi, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan kebudayaannya. Secara lebih ekstrim, Aldous Huxley, sebagai dikutip Jujun S. Suria Sumantri, menyimpulkan, bahwa tanpa bahasa manusia tidak berbeda dengan monyet. Lihatlah monyet ketika lapar dia tidak bisa membahasakan rasa lapar itu. Dia bisa mati kelaparan sekalipun berada di tengah kerumunan orang. Manusia sekitar hanya tahu bahwa dia lapar, ketika tiba-tiba merebut paksa buah-buahan atau sebungkus kacang yang sedang dibawanya.


Selengkapnya KLIK DISINI

Video Informasi Tata Cara Berperkara di Peradilan Agama menggunakan Bahasa Prabumulih

 

 

 

 

Hak-hak Istri dan Anak Pasca Perceraian menggunakan Bahasa Prabumulih

Video Pengembalian Sisa Panjar bagi Penyandang Disabilitas