PENCATATAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Oleh : Drs. Mufi Ahmad Baihaqi, M.H.
PENDAHULUAN
Manusia juga adalah makhluk sosial (Zoon Politicon), maka sebagai suatu keniscayaan bila tidak saling membutuhkan satu sama lain, saling berinteraksi hingga timbul rasa saling peduli, saling menyayangi, saling mencintai dan berkeinginan untuk hidup bahagia serta memperbanyak keturunan. Keinginan tersebut mempunyai kekuatan pengukuhan dan pengakuan dari komunitas masyarakat bermula dari proses perkawinan.
Perkawinan merupakan suatu hal yang sakral dan sebagai refleksi dari pribadi yang religius, dimana suatu hubungan antara dua insan manusia yaitu laki-laki dan perempuan yang telah dewasa memiliki hasrat untuk bersatu dan berjanji dalam ikatan suci sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia serta memperbanyak keturunan.
Indonesia mempunyai ragam budaya, adat istiadat dan agama serta kepercayaan yang berbeda-beda, sudah barang tentunya masing-masing komunitas memiliki aturan yang berbeda-beda pula termasuk didalamnya perkawinan. Prosesi perkawinan yang dikemas dengan aneka ragam tidak bisa dilepaskan dari pengaruh penting agama, kepercayaan dan pengetahuan dari masyarakat dan para pemuka agama yang ada dalam lingkungan di mana masyarakat itu berada. Untuk menyelaraskan aturan hukum yang beraneka ragam tersebut, maka dibuatlah hukum perkawinan nasional sebagai landasan hukum serta aturan pokok dalam perkawinan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 1 UU tersebut menjelaskan pengertian perkawinan yaitu "Perkawinan adalah Ikatan Lahir Batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami/istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Undang-undang Perkawinan tidak secara tegas memberikan ruang perkawinan berbeda agama untuk mendapatkan legalitas, akan tetapi keberadaan kehidupan sepasang insan berbeda agama selayaknya suami istri adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri dan pada kenyataannya banyak pasangan yang ingin hidup bersama sebagai suami istri namun terkendala keadaan agama atau kepercayaan yang berbeda. Ada yang memilih jalan hidup untuk bersama-sama tanpa ikatan perkawinan atau "Kumpul kebo"dengan tetap mempertahankan agama dan keyakinannya masing-masing. Keberadaan tersebut tetap dibiarkan keberadaannya tanpa solusi atau perilaku mereka tersebut dianggap sebagai sampah masyarakat yang harus didekati dengan pendekatan penertiban. Lantas bagaimana dengan akibat dari hubungan mereka yang tidak terlindungi oleh hukum yang berlaku di negeri ini, seperti keberadaan keturunan yang dilahirkan, harta yang ditimbulkan dan hak-hak lainnya. Permasalahan-permasalahan tersebut tidak akan mendapatkan jalan penyelesaiannya bilamana perkawinan pasangan beda agama tidak tercatat oleh lembaga yang berwenang. Oleh karenanya, artikel ini disusun dalam upaya untuk mengetahui apakah perkawinan yang dilakukan pasangan yang berbeda agama itu dianggap sah oleh negara dan dapat dicatatkan di Kantor dan Pencatatan Sipil.
SELENGKAPNYA KLIK DISINI